Contact Form

 

Ketika Dunia Mimpi Mulai Terbuka (Jilid 2)



Siapa yang pernah membayangkan aku sekolah di Bandung? Bahkan Ibu dan Bapakku pun juga tak pernah membayangkannya. Kelas XI dan XII adalah masa pencetak cerita indah dimana aku mempunyai geng bernama “Njengok”. Geng ini dibentuk secara tidak sengaja ketika kami duduk di kelas XI Ipa 4. Awalnya kami hanya perkumpulan siswa yang suka ramai secara bersamaan di kelas, kemudian mengarahkan kami pada suatu permainan sepulang sekolah. Seperti biasa kami ngetem di bawah pohon asem londo depan sekolah, sembari menunggu bis biasanya kami bergurau dengan Lek somai yang sudah dari 2 jam yang lalu menunggu munculnya siswa-siswa menghampiri somainya. Personil kami ada enam orang yaitu Zahra (Bothok) , Meita (Memet), Indah (Bagong), Apit (Keped), Ana (Cempreng) dan aku sendiri (Yani). Suatu hari kami satu kelompok tata boga, pelajaran hari itu adalah membuat agar-agar dengan tepung maizena seperti biasa aku sekelompok dengan geng, mengaduk tepung adalah bagianku. Karena asyik dengan adonan aku tak sadar Zahra memperhatikan kembang kempisnya hidungku, sesekali dia tertawa sendiri. Agar-agar kelompok kami adalah agar-agar paling aneh sedunia Ketika penilaian, Bu Anti (guru tata boga) kelihatan ragu untuk mencicipinya, dan ternyata benar di akhir tenggoroknya yang menelan agar-agar kami, Bu Anti bilang,” masyaallah wis wis gowo wae”. Lantas Memet dan Bagong segera kembali ke ruang masak. Benar sekali, agar-agar kami ada bentuknya,  tapi rasanya diantara. Diantara jangung, susu, kurma yang bercampur menjadi satu. Tidak hanya itu, tampilan agar yang kami buat bukan seperti agar lagi tetapi seperti mayones yang warnanya kuning bercampur coklat susu. Silahkan dibayangkan! Haha.

Singkat cerita ketika kami mencuci panci, Zahra tia-tiba memanggilku, Lek, Lek Yani irungmu lo gak iso diatur, wong nggawe adonan kok njengok. Jan-jane karepe dewe po gak wi? Haha suara tawa teman-teman mengiringi press release dari Zahra. Sejak saat itu, geng kami sering disebut dengan Njengok. Sebenarnya bukan hanya kami yang mempunyai geng tapi ada juga geng D’byu, geng ini kumpulan cewek-cewek kalem yang selalu memasak makanan paling enak ketika tata boga. Ada juga geng Cabul (singkatan dari Cah Bangku Kidul) personilnya adalah cowok-cowok yang nggak kece di sekolah kami. 3 geng ini selalu bermain bareng, walaupun masuk geng yang berbeda kami tidak pernah bertengkar hanya karena kelebihan atau kekurangan, yang ada kami malah semakin menyatu dan melengkapi. Ini buktinya




Tiba saatnya kami berpisah. Kerja di Semarang sudah menjadi pilihan yang tepat bagiku. Sembari menunggu pengumuman kelulusan aku ngeyel meminta izin kepada Ibu untuk ikut kerja di Semarang. Mungkin ini pertama kalinya aku akan pergi jauh dalam beberapa hari, karena tak tega Ibu menghantarkanku sampai terminal Penggaron. Asyik bukan? Ya, aku ditemani Ibu dan Adikku sebelum aku dijemput Eko, teman sekampungku. Kata Ibu, Ibu menangis ketika perjalanan pulang ke Purwodadi. Mungkin karena baru lima tahun aku tinggal bersamanya kemudian memilih untuk cepat-cepat kerja. Yang jelas, Ibu menangis ketika ditawari tahu oleh Bapak penjual tahu di bus.
Satu minggu hari kerjaku, dengan izin pertama dari pemilik usaha aku pulang ke Purwodadi untuk mengikuti serangkaian acara perpisahan. Ciyee ini pertama kalinya aku memakai kebaya loh, minjem lagi. Haha. Kata Guru Bahasa Indonesiaku, wah Yani tampil beda ya hari ini udah bisa memakai kerudung kotak Yan? Nyengir aja balasanku. Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, karena masih satu kabupaten, kami masih berpikiran ini hanya acara sesaat saja dan bukan peresmian bahwa kami harus berpisah.
Hari Jumat di minggu kedua aku kerja, aku mendapat nasehat yang kupikir inilah doa.

Dek ini foto anakku kenapa jadi begini? Kok gendut?
Memang begini aslinya Pak, fotonya juga tidak saya edit sama sekali, cuma di crop bagian sisi kanan dan kiri aja Pak karena backgroundnya lebar.
Halah, nggak. Biasanya juga bagus kalau Masnya yang nyetak.
Oh maaf Pak, kebetulan Masnya lagi ngurus kuliah jadi tidak berangkat kesini.
Kamu anak baru ya? Biasanya juga bagus, ini kok jadi gendut.
Iya Pak, saya baru dua minggu kerja disini. Ini aslinya memang gini Pak. saya cuma memotong sisi kanan dan kiri karena background dari hp emang layarnya horizontal.
Kamu anak baru ya, udah belajar aja dulu Dek. Biasanya saya juga nyetak disini, tapi bagus nggak gendut gini.
Iya Pak, maaf.
Saya nggak mau bayar ya, ini fotonya jelek.

Okai, inilah doa dari pelanggan yang pertama kali complain ke saya. Tidak, aku tidak marah. Semalaman aku berpikir bahwa aku harus bisa, aku selalu menunggu Masnya untuk kembali kerja lagi disini agar bisa mengajariku. Tetapi kudengar, Masnya memilih untuk fokus kuliah. Kupikir ini hari istimewa, aku tidak tahu apakah ini pertanda atau jawaban. Aku bermimpi dibawa pesawat sukhoi ke suatu tempat, dalam perjalanannya aku melewati gunung dan kemudian berhenti. Kulihat tadi banyak teman-teman SMA ku tetapi ketika aku memutari pesawat, mereka tak tampak. Sesekali muncul dan kemudian pergi lagi. Ada satu temanku yang terlihat bingung, ketika kudekati malah pergi seperti kebingungan mencari barang yang hilang.

Hari sabtu,
Sepi amat, hari ini dapat 100ribu nggak ya? Pikirku dalam hati.
Yan? Panggil Mas Pri tetangga sebelah
Iya Mas, sahutku segera
Sepi ya?
Iya, dari tadi nggak ada pelanggan, yang ada malah beli minum doang. Jawabku.
Mas Pri menceritakan padaku setelah universitas itu pinda,  usaha rental yang aku tempati memang sepi, ditambah sekarang tiap jasa fotocopy sudah mempunyai printer. Dan tidak sedikit pasca sarjana yang mempunyai leptop untuk menunjang pengetikan tugas mereka.
Yan, kok hari ini Cuma dapat 46ribu? Tanya Mas Pemilik usaha
Iya Mas, tadi sepi banget nggak ada yang negprint atau rental komputer, tadi orangnya cuma beli minum dan bayar DP kaos.
Biasanya Mbak Ajeng juga buka kalau hari sabtu, tapi nggak pernah dapat sesedikit ini. Jawab si Mas dan kemudian pergi.
Karena agak sakit hati mendengar kalimat yang menurutku itu suatu kalimat ketidak percayaan, aku segera membuka catatan terdahulu. Ku fokuskan penglihatanku pada penghasilan hari sabtu, aku yakin bukan aku yang salah. Apa aku tidak membawa keuntungan? Ternyata memang benar, tiap hari sabtu penghasilan selalu sedikit bahkan aku melihat pemasukan tertulis Rp. 18.000. Jadi, bukan aku yang salah kan? Jam 4 sore aku sudah menutup toko untuk persiapan pulang besok.
Tepat dua minggu kerja, aku memutuskan untuk pulang lagi. Bukan karena nggak betah tetapi karena aku merasa merepotkan teman-temanku yang kerja di lingkunganku. Setiap pagi aku dijemput untuk berangkat bareng dan ketika pulang ada saja orang yang menghantarkanku pulang. Kebetulan minggu itu adalah pengumuman kelulusan, aku jadikan ini sebagai momen penting dan salah satu alasan untuk membawa semua barang-barangku.

Hari senin, 26 Maret 2012.
Pengumuman kelulusan menjadi momen penting bagi siswa-siswi SMA, tidak jauh-jauh dari warna kami pun ikut menikmatinya. Setelah pembagian amplop berisi pengumuman, aku meminta izin ke Bapak untuk pulang telat, kupikir Bapak sudah menebaknya. Coretan pilox dan spidol mewarnai seragam kami, dibantu dengan tanda tangan menjadikan seragam kami penuh ukiran tak jelas. Setelah puas mencoret-coret seragam teman, geng Njengok, Dbiyu dan Cabul memilih untuk makan mie ayam daripada keliling motor-motoran. Sebenarnya karena beberapa dari kami tidak bisa naik motor sih, haha. Jalan wirosari ramai, penuh lalu lalang anak SMA, jam 4 kami memutuskan untuk bubar dan pulang ke rumah masing-masing. aku pulang bersama Ana naik bus pintu dua. Dret dreeet..dering HP ku mendapat sms dari Nanda teman sekelasku.
Yan, gimana ketrima nggak?
Ketrima apa Nand?
SNMPTN?
Kan belum pengumuman Nan, nanti tanggal 28.
Dimajuin Yan, ini udah pengumuman.
Waduh, nggak tau Nan, nggak bisa ngecek.
Aku cek in ya?
Iya. (ini username dan pasworku)
Waah..selamat Yan ketrima di ITB
Ha? Mosok? La kue piye Nand? Tenan po gak ki? Duh gak wani bali aku
Iya Yan. Bener tadi udah aku cek.
Perasaanku hancur, antara deg-degan nggak berani bilang ke orang tua, bingung mencari kerja yang lebih jauh atau aku harus memilih kuliah? Jauh lagi!
Allahu akbar, Allahu Akbar. Suara adhan magrib dari desaku. Aku dan Ana baru sampai lapangan desa. Sesampainya di rumah, aku tidak berani bilang apa-apa. Bukan merasa bersalah karena pulang malam dengan baju yang penuh coret-coretan tetapi karena memikirkan pengumuman.
Mak, tak kandani neng ojo nesu yo?
Ogak, lapo?
Aku ketrimo ning Bandung.
Masayaallah? Tenan to kae tau tak takokno jaremu ning Solo malah ning Bandung. Terus piye? Adoh lo, duwite sopo?

Baru kali ini aku benar-benar merasa membingungkan orangtua. Setelah sholat magrib, Ibu menceritakannya pada Bapak. Sudah kuduga pasti Bapak ikut bingung, dan tidak mengizinkanku karena kasihan. Bapak selalu melihat diriku sebagai anak kecil kesayangannya, sampai-sampai mau kerjapun harus ada kata “kasihan” terlebih dahulu. Sepertinya ini karena perawakanku yang kecil, mungkin Bapak kira aku tidak kuat untuk gotong barang berat. haha

Setelah menelfon Masku, Bapak memilih bertamu ke Pak Carik ( sekretaris desa) untuk berkonsultasi mengenai kelanjutan pengumuman yang diberikan padaku. Alhasil Bapak pulang ke rumah membawa jawaban yang mantap “aku harus ambil kesempatan itu”. Bapak dan Ibuku memang tidak terlalu mengerti tentang perkuliahan, begitupun aku. Kata Pak Carik ITB itu bagus, seperti yang dibilang Winda ketika aku daftar SNMPTN bersamanya. Mendengar hal tersebut, De Darto tetangga yang juga ketua RT ikut mendukungku agar aku mengambil kesempatan ini. Dengan bekal 1 juta, pinjaman dari Masku, aku dan Bapak berangkat ke Jakarta untuk menyusulnya. Ketika sampai di Jakarta, aku langsung pindah bus menuju Bandung diantar oleh Masku.

Bandung memberiku harapan agar aku tidak gampang berbalik arah sebelum aku mengetahui hasilnya. Hari pertama daftar ulang, aku hanya dilihat Mas Kin dari luar, sementara yang lain ada Ibu, Bapak mungkin Kakek, Nenek.

Ini minum ya, kalau panas pake topinya. Ucap salah seorag Ibu pada anak laki-lakinya.
Hem. Aku menunduk.

Satu bulan setengah matrikulasi bersama 46 temanku dari beberapa penjuru, mereka mengenalkanku pada macam-macam kertas, alat warna, dan beberapa bahan yang tidak bisa kutemui ketika di Purwodadi. Aku baru sadar bahwa kampus ini ternyata berbeda seperti yang orang-orang katakan. Karena tidak ingin menjadi yang biasa-biasa saja aku harus membuktikan bahwa tidak hanya kampusnya yang berbeda tetapi juga mahasiswanya.

Alhamdulillah, satu bulan di kosan aku pindah ke asrama, akhirnya aku punya teman. Pengalaman kesasar menuju ke annex malah sampai Cicaheum menjadikan aku semakin berani untuk lebih mengenal kota ini. Mungkin ini karena bantuan doa dari Bapak pelanggan waktu itu, pikirku dalam hati.

Matrikulasi hanya sebulan, ini ditunjukkan pada mahasiswa yang ketrima SNMPTN untuk penyetaraan pikiran. Sebelum Pulang Kampung, kami dibekali kalimat oleh Bapak Dosen, “mereka yang ketrima SBMPTN itu rela ikut les privat gambar untuk ketrima kesini, jadikalian harus bisa seperti mereka!”


Sudah sampai disini dulu Jilid 2nya. Ternyata Allah memudahkanku untuk belajar menggambar. Keinginan yang kupikirkan dari kelas 3 SD untuk bisa menggambar seperti di buku Bahasa Indonesia sedikit demi sedikit mulai terbantu dengan kesadaran bahwa aku dipilih untuk terus belajar dan bersyukur, dan tanpa kusadari FSRD ITB lah penyalurnya. setelah itu, aku percaya bahwa mimpi membuatku menjadi orang yang harus mendapat jawaban. Aku harus berusaha dan selalu semangat untuk meraih mimpiku. OSKM ITB 2012 mengajakku untuk mulai membangun mimpi.

Total comment

Author

Yani mustikawati

0   comments

Cancel Reply