Singkat cerita
ketika kami mencuci panci, Zahra tia-tiba memanggilku, Lek, Lek Yani irungmu lo
gak iso diatur, wong nggawe adonan kok njengok. Jan-jane karepe dewe po gak wi?
Haha suara tawa teman-teman mengiringi press release dari Zahra. Sejak saat
itu, geng kami sering disebut dengan Njengok. Sebenarnya bukan hanya kami yang
mempunyai geng tapi ada juga geng D’byu, geng ini kumpulan cewek-cewek kalem
yang selalu memasak makanan paling enak ketika tata boga. Ada juga geng Cabul
(singkatan dari Cah Bangku Kidul) personilnya adalah cowok-cowok yang nggak
kece di sekolah kami. 3 geng ini selalu bermain bareng, walaupun masuk geng
yang berbeda kami tidak pernah bertengkar hanya karena kelebihan atau
kekurangan, yang ada kami malah semakin menyatu dan melengkapi. Ini buktinya
Tiba saatnya kami
berpisah. Kerja di Semarang sudah menjadi pilihan yang tepat bagiku. Sembari menunggu
pengumuman kelulusan aku ngeyel meminta izin kepada Ibu untuk ikut kerja di
Semarang. Mungkin ini pertama kalinya aku akan pergi jauh dalam beberapa hari,
karena tak tega Ibu menghantarkanku sampai terminal Penggaron. Asyik bukan? Ya,
aku ditemani Ibu dan Adikku sebelum aku dijemput Eko, teman sekampungku. Kata Ibu,
Ibu menangis ketika perjalanan pulang ke Purwodadi. Mungkin karena baru lima
tahun aku tinggal bersamanya kemudian memilih untuk cepat-cepat kerja. Yang jelas,
Ibu menangis ketika ditawari tahu oleh Bapak penjual tahu di bus.
Satu minggu hari
kerjaku, dengan izin pertama dari pemilik usaha aku pulang ke Purwodadi untuk
mengikuti serangkaian acara perpisahan. Ciyee ini pertama kalinya aku memakai
kebaya loh, minjem lagi. Haha. Kata Guru Bahasa Indonesiaku, wah Yani tampil
beda ya hari ini udah bisa memakai kerudung kotak Yan? Nyengir aja balasanku.
Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, karena masih satu kabupaten, kami
masih berpikiran ini hanya acara sesaat saja dan bukan peresmian bahwa kami
harus berpisah.
Hari Jumat di
minggu kedua aku kerja, aku mendapat nasehat yang kupikir inilah doa.
Dek ini foto anakku kenapa jadi begini? Kok gendut?
Memang begini aslinya Pak, fotonya juga tidak
saya edit sama sekali, cuma di crop bagian sisi kanan dan kiri aja Pak karena
backgroundnya lebar.
Halah, nggak. Biasanya juga bagus kalau Masnya
yang nyetak.
Oh maaf Pak, kebetulan Masnya lagi ngurus
kuliah jadi tidak berangkat kesini.
Kamu anak baru ya? Biasanya juga bagus, ini
kok jadi gendut.
Iya Pak, saya baru dua minggu kerja disini. Ini
aslinya memang gini Pak. saya cuma memotong sisi kanan dan kiri karena
background dari hp emang layarnya horizontal.
Kamu anak baru ya, udah belajar aja dulu Dek. Biasanya
saya juga nyetak disini, tapi bagus nggak gendut gini.
Iya Pak, maaf.
Saya nggak mau bayar ya, ini fotonya jelek.
Okai, inilah doa
dari pelanggan yang pertama kali complain ke saya. Tidak, aku tidak
marah. Semalaman aku berpikir bahwa aku harus bisa, aku selalu menunggu Masnya
untuk kembali kerja lagi disini agar bisa mengajariku. Tetapi kudengar, Masnya
memilih untuk fokus kuliah. Kupikir ini hari istimewa, aku tidak tahu apakah
ini pertanda atau jawaban. Aku bermimpi dibawa pesawat sukhoi ke suatu tempat,
dalam perjalanannya aku melewati gunung dan kemudian berhenti. Kulihat tadi
banyak teman-teman SMA ku tetapi ketika aku memutari pesawat, mereka tak
tampak. Sesekali muncul dan kemudian pergi lagi. Ada satu temanku yang terlihat
bingung, ketika kudekati malah pergi seperti kebingungan mencari barang yang
hilang.
Hari
sabtu,
Sepi amat, hari ini dapat 100ribu nggak ya? Pikirku dalam hati.
Yan? Panggil Mas Pri
tetangga sebelah
Iya Mas, sahutku segera
Sepi ya?
Iya, dari tadi nggak ada pelanggan, yang ada
malah beli minum doang. Jawabku.
Mas Pri
menceritakan padaku setelah universitas itu pinda, usaha rental yang aku tempati memang sepi,
ditambah sekarang tiap jasa fotocopy sudah mempunyai printer. Dan tidak sedikit
pasca sarjana yang mempunyai leptop untuk menunjang pengetikan tugas mereka.
Yan, kok hari ini Cuma dapat 46ribu? Tanya Mas Pemilik usaha
Iya Mas, tadi sepi banget nggak ada yang
negprint atau rental komputer, tadi orangnya cuma beli minum dan bayar DP kaos.
Biasanya Mbak Ajeng juga buka kalau hari
sabtu, tapi nggak pernah dapat sesedikit ini. Jawab si Mas dan kemudian pergi.
Karena agak sakit
hati mendengar kalimat yang menurutku itu suatu kalimat ketidak percayaan, aku
segera membuka catatan terdahulu. Ku fokuskan penglihatanku pada penghasilan
hari sabtu, aku yakin bukan aku yang salah. Apa aku tidak membawa keuntungan? Ternyata
memang benar, tiap hari sabtu penghasilan selalu sedikit bahkan aku melihat pemasukan
tertulis Rp. 18.000. Jadi, bukan aku yang salah kan? Jam 4 sore aku sudah
menutup toko untuk persiapan pulang besok.
Tepat dua minggu
kerja, aku memutuskan untuk pulang lagi. Bukan karena nggak betah tetapi karena
aku merasa merepotkan teman-temanku yang kerja di lingkunganku. Setiap pagi aku
dijemput untuk berangkat bareng dan ketika pulang ada saja orang yang
menghantarkanku pulang. Kebetulan minggu itu adalah pengumuman kelulusan, aku
jadikan ini sebagai momen penting dan salah satu alasan untuk membawa semua
barang-barangku.
Hari
senin, 26 Maret 2012.
Pengumuman
kelulusan menjadi momen penting bagi siswa-siswi SMA, tidak jauh-jauh dari
warna kami pun ikut menikmatinya. Setelah pembagian amplop berisi pengumuman,
aku meminta izin ke Bapak untuk pulang telat, kupikir Bapak sudah menebaknya. Coretan
pilox dan spidol mewarnai seragam kami, dibantu dengan tanda tangan menjadikan
seragam kami penuh ukiran tak jelas. Setelah puas mencoret-coret seragam teman,
geng Njengok, Dbiyu dan Cabul memilih untuk makan mie ayam daripada keliling
motor-motoran. Sebenarnya karena beberapa dari kami tidak bisa naik motor sih,
haha. Jalan wirosari ramai, penuh lalu lalang anak SMA, jam 4 kami memutuskan
untuk bubar dan pulang ke rumah masing-masing. aku pulang bersama Ana naik bus
pintu dua. Dret dreeet..dering HP ku mendapat sms dari Nanda teman sekelasku.
Yan, gimana ketrima nggak?
Ketrima apa Nand?
SNMPTN?
Kan belum pengumuman Nan, nanti tanggal 28.
Dimajuin Yan, ini udah pengumuman.
Waduh, nggak tau Nan, nggak bisa ngecek.
Aku cek in ya?
Iya. (ini username dan pasworku)
Waah..selamat Yan ketrima di ITB
Ha? Mosok? La kue piye Nand? Tenan po gak ki? Duh
gak wani bali aku
Iya Yan. Bener tadi udah aku cek.
Perasaanku hancur,
antara deg-degan nggak berani bilang ke orang tua, bingung mencari kerja yang
lebih jauh atau aku harus memilih kuliah? Jauh lagi!
Allahu akbar,
Allahu Akbar. Suara adhan magrib dari desaku. Aku dan Ana baru sampai lapangan
desa. Sesampainya di rumah, aku tidak berani bilang apa-apa. Bukan merasa
bersalah karena pulang malam dengan baju yang penuh coret-coretan tetapi karena
memikirkan pengumuman.
Mak, tak kandani neng ojo nesu yo?
Ogak, lapo?
Aku ketrimo ning Bandung.
Masayaallah? Tenan to kae tau tak takokno
jaremu ning Solo malah ning Bandung. Terus piye? Adoh lo, duwite sopo?
Baru kali ini aku
benar-benar merasa membingungkan orangtua. Setelah sholat magrib, Ibu menceritakannya
pada Bapak. Sudah kuduga pasti Bapak ikut bingung, dan tidak mengizinkanku
karena kasihan. Bapak selalu melihat diriku sebagai anak kecil kesayangannya,
sampai-sampai mau kerjapun harus ada kata “kasihan” terlebih dahulu. Sepertinya
ini karena perawakanku yang kecil, mungkin Bapak kira aku tidak kuat untuk
gotong barang berat. haha
Setelah menelfon
Masku, Bapak memilih bertamu ke Pak Carik ( sekretaris desa) untuk
berkonsultasi mengenai kelanjutan pengumuman yang diberikan padaku. Alhasil Bapak
pulang ke rumah membawa jawaban yang mantap “aku harus ambil kesempatan itu”. Bapak
dan Ibuku memang tidak terlalu mengerti tentang perkuliahan, begitupun aku. Kata
Pak Carik ITB itu bagus, seperti yang dibilang Winda ketika aku daftar SNMPTN
bersamanya. Mendengar hal tersebut, De Darto tetangga yang juga ketua RT ikut
mendukungku agar aku mengambil kesempatan ini. Dengan bekal 1 juta, pinjaman
dari Masku, aku dan Bapak berangkat ke Jakarta untuk menyusulnya. Ketika sampai
di Jakarta, aku langsung pindah bus menuju Bandung diantar oleh Masku.
Bandung memberiku
harapan agar aku tidak gampang berbalik arah sebelum aku mengetahui hasilnya. Hari
pertama daftar ulang, aku hanya dilihat Mas Kin dari luar, sementara yang lain
ada Ibu, Bapak mungkin Kakek, Nenek.
Ini minum ya, kalau panas pake topinya.
Ucap salah seorag Ibu pada anak laki-lakinya.
Hem. Aku menunduk.
Satu bulan setengah matrikulasi bersama 46 temanku dari beberapa penjuru, mereka mengenalkanku pada macam-macam kertas, alat warna, dan beberapa bahan yang tidak
bisa kutemui ketika di Purwodadi. Aku baru sadar bahwa kampus ini ternyata
berbeda seperti yang orang-orang katakan. Karena tidak ingin menjadi yang
biasa-biasa saja aku harus membuktikan bahwa tidak hanya kampusnya yang berbeda
tetapi juga mahasiswanya.
Alhamdulillah, satu
bulan di kosan aku pindah ke asrama, akhirnya aku punya teman. Pengalaman kesasar
menuju ke annex malah sampai Cicaheum menjadikan aku semakin berani untuk lebih
mengenal kota ini. Mungkin ini karena bantuan doa dari Bapak pelanggan waktu
itu, pikirku dalam hati.
Matrikulasi hanya sebulan,
ini ditunjukkan pada mahasiswa yang ketrima SNMPTN untuk penyetaraan pikiran. Sebelum
Pulang Kampung, kami dibekali kalimat oleh Bapak Dosen, “mereka yang ketrima SBMPTN itu rela ikut les privat gambar untuk
ketrima kesini, jadikalian harus bisa seperti mereka!”
Sudah sampai disini
dulu Jilid 2nya. Ternyata Allah memudahkanku untuk belajar menggambar. Keinginan
yang kupikirkan dari kelas 3 SD untuk bisa menggambar seperti di buku Bahasa
Indonesia sedikit demi sedikit mulai terbantu dengan kesadaran bahwa aku
dipilih untuk terus belajar dan bersyukur, dan tanpa kusadari FSRD ITB lah
penyalurnya. setelah itu, aku percaya bahwa mimpi membuatku menjadi orang yang harus mendapat jawaban. Aku harus berusaha dan selalu semangat untuk meraih mimpiku. OSKM ITB 2012 mengajakku untuk mulai membangun mimpi.