Oh,
begini rasanya ditolak?
Hari ini adalah hari
jumat, pertama kalinya aku berangkat sendiri ke Jakarta. Tampaknya hari ini
persiapan weekend bagi warga Bandung, maka tak salah Damri yang saya tumpangi
bergerak setiap 2 menit sekali. Aku berangkat jam 4 sore dari Bandung. Berharap
Allah mengizinkan perjalananku kali ini, aku naik Prima jasa jurusan terminal
Lebak Bulus. Ditengah perjalanan, tiba-tiba bus berhenti karena pengelap kaca
tidak bisa bergerak sehingga Bapak Kernet terpaksa turun Bis untuk mengelap
kaca dengan kain. Jam 22.46 aku sampai di terminal, tidak ragu-ragu aku segera
berjalan mengikuti arus angkot sampai jalan besar, seperti pesan Masku
sebelumnya kalau aku harus segera mencari taxi. Ku tengok kanan kiri yang ada
angkot entah itu jurusan mana aku tak begitu memperhatikannya. Akhirnya aku
berjalan kurang lebih 250 m kedepan dan aku belum menemukannya. Karena agak
sepi aku berbalik arah menuju pemberhentian bus, aku memilih duduk di warung
nasi agar bisa mencari info ke Ibu dan Bapak di warung, ternyata Ibu dan Bapak
warung sedang sibuk melayani pelanggan. Akhirnya aku berjalan lagi, tapi kali
ini kupilih berbelok ke arah kanan menghampiri taxi yang sedang berhenti di
sebrang jalan.
Pak,
narik?
Mau
kemana Neng?
Ke
Pesantren Assidqiyyah Pak,
Wah,
maaf Neng Bapak sudah narik dari pagi ini istirahat mau pulang.
Hmm,
oke Pak. Emang jauh ya Pak?
Iya
Neng,
Hmm
biasanya dimana ya Pak ngetemnya taxi?
Tunggu
disini aja Neng, nanti Bapak bantu berhentiin teman Bapak.
Ok,
Pak.
Sudah 4 kali Bapak
memberhentikan taxi temannya, tapi belum juga ada yang nyangkut. Ya udah Neng
jalan aja ke depan, pas bus berhenti tadi biasanya disitu ada taxi yang
berhenti Bapak mau pulang maaf ya Neng. Kata Bapak Baik hati.
Ok
Pak, Terimakasih banyak ya Pak. Sahutku sembari
berjalan meninggalkan area taxi Bapak.
Mungkin sekitar 500 m
aku berjalan melewati jalan yang berbeda. Kali ini benar-benar sepi,
disela-sela gedung ada warung dan kumpulan remaja sedang merokok. Kupilih terus
berjalan dan tak menoleh. Heh ada anak ilang, mungkin itu yang dipikirkan orang
ketika lewat dan melihatku.
Tepat disebelah proyek
bangunan ada taxi yang sedang berhenti, kulihat ada seorang Bapak yang sedang merokok
dan memegang kopi di tangan kirinya. Mau kemana Neng? Tanya Bapak padaku. Ke
Pesantren Assidqiyyah Pak, sahutku lanjut. Sudah? Iya cuma kalimat itu saja yang
ditanyakan kemudian Bapak mengumpulkan asap rokok lagi.
Wah ada taxi lewat,
segera kulambaikan tangan untuk memberhentikannya. Dan alhasil, byee ku hanya
dilihat dari balik kaca dengan lambaian tangan kanan. Okai, enam kali ditolak
taxi, apa aku tidur di terminal saja ya? Aku berhenti di penyebrangan jalan
untuk mencari solusi. Lima menit setelah itu, aku jalan lagi masih dengan tas
yang sama. Alhamdulillah ada taxi yang menghampiriku, segera kubuka pintu dan
duduk.
Taxi
belum melaju. Mau kemana Neng? Ke Pesantren Assidqiyyah Pak.
Dimana
itu ya Neng? Di kedoya Pak.
Wah
bapak nggak tau Neng, maaf ya. Naik taxi yang itu aja Neng, sambil nunjuk
perempatan jalan.
Hmm
oke Pak, kalau tempat ngetem taxi disebelah mana ya Pak?
Ngikutin
jalan ini aja Neng lurus terus nanti ada hotel Y, dibawah biasanya ada.
aku
segera keluar dari taxi. Dan jalan lagi.
Setelah beberapa menit
jalan, aku menemukan hotel yang dimaksud Bapak tadi dan ku telusuri tepinya
alhamdulillah ada taxi.
Pak,
lagi narik atau istirahat?
Mau
kemana Neng?
Ke
Pesantren Assidqiyyah Pak, kedoya.
Wah
jauh Neng,
Jadi
gimana Pak?
Nanti ya tunggu dulu
barangkali teman bapak ada yang mau. Bapak itu segera memanggil temannya
daaaaan jeng jeeeeng akhirnya yang kedelapan ini diterima J.
Selamaat :D
Namanya Bapak Ade.
Bapak ini asli betawi, beliau punya 2 anak di rumah katanya hari ini Bapak
harusnya dapat jadwal pagi ( jam 3 udah narik) tapi bapak baru berangkat
setelah jumatan.
Neng
baru masuk pesantren? Bapak memulai membuat pertanyaan untuk menghindari
keheningan.
Bukan
Pak, mau ke Kakak.
Oh
kakaknya pesantren?
Bukan
Pak, kakak kerja di bangunan kebetulan di samping pesantren.
Oh,
aslinya mana Neng? Tadi sama siapa?
Aslinya
Jawa Tengah Pak, tadi dari Bandung sendiri ini mau ke kosan Kakak besok mau
lomba
Oooh,
berani ya Neng cewek malem-malem sendiri. Ini mah saling percaya ya Neng. Bapak
orang baik-baik kok Neng, insyaallah sampai tujuan. Hati-hati ya Neng, Jakarta
nggak pernah sepi.
Mendengar
kata-kata itu aku lumayan bingung. Hehe iya Pak.
Sepanjang perjalanan
kami bercerita untuk menghindari ngantuk, sesekali duakali Pak Ade juga
menasehatiku untuk hati-hati dengan Jakarta. Aku sangat berterimakasih dengan
bapak taxi dari betawi ini. Beliau mengantarkanku di depan Pesantren Assidqiyyah.
Aku belajar dari Pak Ade bahwa pada siapapun kita harus mengawali dengan
berpikiran positif, ketika kita mencoba percaya dengan oranglain, insyaallah
orang lain tersebut juga akan membangun kepercayaan terhadap kita.
Pagi
yang panas
Baru jam 6 aku sudah
selesai mandi, karena menurut jam dinding yang ada di kosan kakakku satu jam
lagi kami akan berangkat ke tempat lomba. Jam 09.15 menit aku sampai
ditempat sementara Kakakku melanjutkan perjalanan bersama temannya untuk pulang
kampung.
Seusai presentasi.
Kamu
dari ITB ya?
Iya
Bu.
Oh.
Aku bingung, agak sakit hati tapi mencoba berpikir, bukankah harusnya
dia mempunyai sikap yang netral? Apa aku salah?
Sesekali aku mengingatkan
pikiranku, ah sudah biasa berjumpa dengan yang seperti ini. Insyaallah aku
menyampaikan apa yang aku dapat dan apa yang aku mengerti. Toh apa yang bisa
aku songongkan? Aku hanya partikel kecil yang tak pernah terlihat, aku hanya
partikel kecil penyusun suatu forum dan unit di kampus ini.
#sampaikanlah kata-kata
yang membangun untuk perbaikan bersama.
#juri