Waktu itu bulan
ramadhan, mereka berdua kembali lagi ke rumah. Seharian penuh hanya mondar-mandir
sesekali tidur di kursi yang sudah roboh di ruang tamu. “Mungkin mereka ikut
puasa “pikirku. Seusai sholat traweh aku lihat kucing orange tergeletak dan batuk-batuk
di bawah kursi sementara kucing hitam mondar-mandir ke dapur dan sesekali
menghampiriku. Aku tak sadar kalau kucing hitam ingin memberitahukan sesuatu
padaku. Aku hanya menengok kucing orange dan kembali menonton TV.
“Yan, kucingmu mati kae
lo keracunan yae”. Bapak memberitahuku di sela-sela nonton TV.
Loo piye rek mati Pak,
mesakke. Gene iku? Mau watuk-watuk kok saiki mati.
Ayo dikubur Pak. Sahutku
lanjut.
Ngubur yo sisuk leh,
bengi-bengi gak ketok.
Aku hanya bisa melihat
kucing hitam yang berdiri melihat kucing orange terdiam di bawah kursi.
Meong, meong...meong.
suara kucing hitam seperti memanggil kucing orange. Sesekali aku mengikuti
suaranya sambil berjalan ke kamar untuk tidur. Pagi harinya setelah sahur, aku
melihat kucing hitam berbaring di samping kucing orange.
Laah, mati nisan sing
ireng Yan. Masyaallah di racun wong yae iki. Kata Bapak padaku.
Mesakke.. baru aku
menyadari bahwa dua kucing yang selalu singgah di rumahku mati karena hal tak
wajar. Apa yang harus aku lakukan? Mencari kucing lagi? Tentunya aku harus
menguburkan mereka berdua.
Mungkin karena mereka
bersaudara, jadi jika ada yang sakit yang lainnya juga ikut merasakannya. Mirip
dengan cerita ikan Mas yang ada di sanggar, awalnya kau hanya punya satu ikan
mas. Ikan itu sisa pembinaan mingguan adik-adik siaga karena tidak punya teman
akhirnya aku membeli 2 ikan mas lagi yang kira-kira seumuran. 3 ikan mas ini
aku rawat di sanggar dengan mainan pernapasan bekas yang ada di lemari. Karena libur
semester, aku membawa pulang 3 ikan mas ini ke Grobogan dengan pikiran agar
ikannya dirawat soalnya kasihan kalau ditinggal di sanggar berati tidak akan
ada yang merawat karena semua pulang kampung. Alhasil setelah perjalanan yang
cukup panjang dari jam 19.05 sampai jam 07.02 ikan mas yang aku bawa mati
dengan perut yang menggelembung. Aku merasa bersalah karena membawa mereka
bertiga pulang dengan dibungkus plastik.
Aku menguburnya di
depan rumah dengan ikhlas dan harapan barangkali akan tumbuh pohon uang seperti
di kartun. Hehe.
Aku tidak tahu apa
artinya ini, aku menyukai beberapa hewan untuk dipelihara tetapi dua jenis
hewan mati karena tingkahku yang kurang peduli. Akhirnya aku mencoba untuk
beralih merawat kaktus. Kaktus ini aku peroleh dari temu alumni pramuka yang
ke-44. Bisa dibilang ini sisa karena ada 9 kaktus di sanggar yang putus
tunasnya dan 2 inilah yang masih sehat, semoga kali ini aku peduli. Untuk mengawali
keceriaannku merawat 2 kaktus ini aku memberinya nama Cimo dan Mion. Nama Cimo
terinspirasi dari ikan mas yang mengembung, biasanya aku menyebutnya Cemplon. Karena
ingin keren dan unyu aku memberinya nama “Cimo” sedangkan Mion terinspirasi
dari Meong yang sering diucapkan kucing ketika menyampaikan sesuatu. Sama dengan
cimo, agar sedikit keren aku melebur kata meong menjadi Mion.
Sekarang aku mencoba
untuk peduli dengan mereka berdua. Karena Mion dan Cimo mewakili 5 makhluk
hidup yang telah pergi mendahuluinya. Aku mencoba untuk memberi asupan air
setiap hari senin dan kamis untuk menjaga agar mereka tetap segar ketika aku ke
sanggar.
Yee selamat mencoba J
semoga kaktus berteman denganku, seperti mawar yang sekarang sudah kering juga
karena tak pernah disiram kemarau kemarin.