Contact Form

 

Merawat Mion dan Cimo


Dulu aku punya kucing 2 warnanya orange dan hitam (campur putih). Sebenarnya kedua kucing ini bukan milikku tetapi kucing tetangga. Karena sering main ke rumah, aku selalu mengajaknya ngumpet di dapur untuk kucarikan makan. Kalau punya persediaan, aku sering membuatkan mereka adonan nasi dengan telur goreng dan minum susu putih.” Kucing dikei ndog teruuus, sing ngopeni lo gak tau mangan ndog” ucap Bapak jika melihat aku sedang merawat mereka berdua. Pernah sesekali aku mau memandikan mereka layaknya kucing di tv, tapi kucing orange malah mencakar lenganku sampai berdarah. Dan mereka pergi entah kemana.

Waktu itu bulan ramadhan, mereka berdua kembali lagi ke rumah. Seharian penuh hanya mondar-mandir sesekali tidur di kursi yang sudah roboh di ruang tamu. “Mungkin mereka ikut puasa “pikirku. Seusai sholat traweh aku lihat kucing orange tergeletak dan batuk-batuk di bawah kursi sementara kucing hitam mondar-mandir ke dapur dan sesekali menghampiriku. Aku tak sadar kalau kucing hitam ingin memberitahukan sesuatu padaku. Aku hanya menengok kucing orange dan kembali menonton TV.
“Yan, kucingmu mati kae lo keracunan yae”. Bapak memberitahuku di sela-sela nonton TV.
Loo piye rek mati Pak, mesakke. Gene iku? Mau watuk-watuk kok saiki mati.
Ayo dikubur Pak. Sahutku lanjut.
Ngubur yo sisuk leh, bengi-bengi gak ketok.
Aku hanya bisa melihat kucing hitam yang berdiri melihat kucing orange terdiam di bawah kursi.
Meong, meong...meong. suara kucing hitam seperti memanggil kucing orange. Sesekali aku mengikuti suaranya sambil berjalan ke kamar untuk tidur. Pagi harinya setelah sahur, aku melihat kucing hitam berbaring di samping kucing orange.
Laah, mati nisan sing ireng Yan. Masyaallah di racun wong yae iki. Kata Bapak padaku.
Mesakke.. baru aku menyadari bahwa dua kucing yang selalu singgah di rumahku mati karena hal tak wajar. Apa yang harus aku lakukan? Mencari kucing lagi? Tentunya aku harus menguburkan mereka berdua.

Mungkin karena mereka bersaudara, jadi jika ada yang sakit yang lainnya juga ikut merasakannya. Mirip dengan cerita ikan Mas yang ada di sanggar, awalnya kau hanya punya satu ikan mas. Ikan itu sisa pembinaan mingguan adik-adik siaga karena tidak punya teman akhirnya aku membeli 2 ikan mas lagi yang kira-kira seumuran. 3 ikan mas ini aku rawat di sanggar dengan mainan pernapasan bekas yang ada di lemari. Karena libur semester, aku membawa pulang 3 ikan mas ini ke Grobogan dengan pikiran agar ikannya dirawat soalnya kasihan kalau ditinggal di sanggar berati tidak akan ada yang merawat karena semua pulang kampung. Alhasil setelah perjalanan yang cukup panjang dari jam 19.05 sampai jam 07.02 ikan mas yang aku bawa mati dengan perut yang menggelembung. Aku merasa bersalah karena membawa mereka bertiga pulang dengan dibungkus plastik.

Aku menguburnya di depan rumah dengan ikhlas dan harapan barangkali akan tumbuh pohon uang seperti di kartun. Hehe.

Aku tidak tahu apa artinya ini, aku menyukai beberapa hewan untuk dipelihara tetapi dua jenis hewan mati karena tingkahku yang kurang peduli. Akhirnya aku mencoba untuk beralih merawat kaktus. Kaktus ini aku peroleh dari temu alumni pramuka yang ke-44. Bisa dibilang ini sisa karena ada 9 kaktus di sanggar yang putus tunasnya dan 2 inilah yang masih sehat, semoga kali ini aku peduli. Untuk mengawali keceriaannku merawat 2 kaktus ini aku memberinya nama Cimo dan Mion. Nama Cimo terinspirasi dari ikan mas yang mengembung, biasanya aku menyebutnya Cemplon. Karena ingin keren dan unyu aku memberinya nama “Cimo” sedangkan Mion terinspirasi dari Meong yang sering diucapkan kucing ketika menyampaikan sesuatu. Sama dengan cimo, agar sedikit keren aku melebur kata meong menjadi Mion.

Sekarang aku mencoba untuk peduli dengan mereka berdua. Karena Mion dan Cimo mewakili 5 makhluk hidup yang telah pergi mendahuluinya. Aku mencoba untuk memberi asupan air setiap hari senin dan kamis untuk menjaga agar mereka tetap segar ketika aku ke sanggar.

Yee selamat mencoba J semoga kaktus berteman denganku, seperti mawar yang sekarang sudah kering juga karena tak pernah disiram kemarau kemarin.

Total comment

Author

Yani mustikawati

0   comments

Cancel Reply