Contact Form

 

Memanfaatkan yang Dimanfaatkan



(pressrelease)

Special thank’s for my friend L and I’m sorry. Terimakasih karena selama ini kau selalu berusaha agar aku membendung rasa kesal itu hingga sudah lama lama lama lama dan selama lamanya aku MENJADI BIASA. Maafkan,  kali ini aku tak bisa membendung kekesalanku. Bukan karena aku benci sebenci benci benci benci benci bencinya ke orang itu. Tetapi karena aku kesal dengan diriku sendiri.

Ini bukan tulisan baik-baik, dilarang tidak membaca jika tidak ingin membaca.

Apa kamu tahu arti dimanfaatkan?
Bagaimana dengan memanfaatkan?
Jika kamu berada diposisi “memanfaatkan” sadarlah ada hubungan timbal balik setelah itu, apa yang kau dapat? Kebanggan sesaat? Hoe bangun hoee.

Jika kamu berada diposisi “dimanfaatkan” maka hal yang terindah yang harus kamu lakukan adalah dengan membalasnya dengan memanfaatkan posisimu yang dimanfaatkan itu. Bingung ya?? Haha.

Kau memanfaatkan aku untuk menjalankan ini dan itu tetapi tanpa kau sadari aku telah memanfaatkan posisiku yang dimanfaatkan itu untuk suatu pembelajaran. Siapa yang rugi kalau kayak gini? Yang jelas kau dan aku. Aku rugi karena dimanfaatkan tapi aku bisa menyikapinya dengan suatu pembelajaran. Bagaimana denganmu? Kau lebih rugi karena kau merasa puas dan mungkin bangga setelah itu, tetapi pelajaran apa yang kau dapat? Ya kupikir, memberi sampah.

Pernah nggak sih teman-teman menemui orang yang GRnya sebukit ? “merasa” kalo dirinya disukai oleh diri kita dan selalu menjaga sikap agar tidak menyakiti perasaan kita? Lebih lagiiiii dia menceritakannya ke orang lain. Apa kamu merasa terganggu? Apa kamu merasa bangga?? Teman-teman yang ternyata pernah ada di frekuensi yang sama pasti mengerti.

Aku tahu ini bukan apa-apa jika kita memang tidak ada apa-apa, tetapi lama kelamaan sikapnya yang merendahkan perempuan membuatku kesal. Aku sangat yakin, sikapmu yang gemar memberi bau itu mungkin memang sudah mendarah daging. (maaf kesal kuadrat) haha

Sebaiknya kau kurangi rasa GR mu itu sebelum menggunung seperti sampah yang belum bisa terselesaikan sampai sekarang. Jangan menyampahkan diri sendiri jika dirimu bukan sampah. Sampah aja punya tempatnya, bagaimana denganmu?

Akhir kata, tulisan ini dibuat sepenuhnya karena suatu kekesalan karena sikap masa lampau diri sendiri. Hai orang-orang yang dimanfaatkan! Dan bagi yang merasa kesal juga, silahkan apresiasi rasa itu kemudian pergilah. Jangan hanya terdiam, ayo bergerak, tsunamikan masa lampau yang kelam itu dengan senyuman dihari mendatang. Biarkan mereka yang memanfaatkan itu merasa bangga atas sikapnya dan kemudian doakanlah mereka agar sadar. Walaupun sudah memilih menjadi sampah, setidaknya dia tidak menjijikkan dan tidak menyebar bau tak sedap ke orang banyak.

Tulisan yang terinspirasi dari suatu bacaan bahwa benci tidak akan menjawab semuanya. Dan aku belajar, bahwa kebencian itu hanya akan merugikan sendiri. Memikirkan hal yang seharusnya tak perlu aku pikirkan, bukan sikapku. Mungkin aku terlahir sebagai orang yang baik atau bahkan sok baik, yang kutahu aku membenci diriku sendiri disaat aku membenci oranglain. Ini bukan diriku.

Mungkin karena masa lalu yang kelam, membuatku ingin segera bangkit. Sudah lama aku menantikan diriku yang seperti ini. Pemberani, bukan lagi pembantu ulung yang sok baik. Aku menyalahkan diriku sendiri karena terlalu terlena akan indahnya sesaat, temanku selalu bilang aku tidak pernah sadar. Tidak pernah sadar jikalau diingatkan, tidak pernah sadar jikalau dibicarakan. Aku memang sok baik, berusaha menutupi apa yang aku rasa dengan tingkah laku yang berlawanan. Kau belum cukup tahu tentangku, teman. Kala itu aku berusaha menjadi penengah, aku hanya ingin membantu dia agar merasa punya teman walaupun pada akhirnya dia tidak pernah sadar.

Memanfaatkan karena dimanfaatkan. Bisa dibilang dulu aku adalah orang yang dimanfaatkan, tapi karena sikap sok baikku aku tidak pernah menilai itu sebagai dimanfaatkan melainkan aku berusaha memanfaatkannya dengan aku belajar. Aku mempelajari apa yang aku terima dari setiap kondisi ketika aku dimanfaatkan.

Sebuah proses yang panjang untuk mengenal lebih jauh tentang kehidupan, arti sok baik dan baik menjadikan pelajaran hidupku bertambah. Inilah pilihan, seseorang mengajariku untuk memilih bagaimana langkah yang baik setidaknya untuk 5 hari kedepan. Lewat kalimatnya aku belajar bahwa komunikasi adalah sebuah langkah untuk menjawab tantangan. Semoga tulisan ini menjadi sebuah revisi kehidupan. Pesanku, tolong lindungilah perempuan dengan tidak menyebut namanya sembarangan. Jika kau laki-laki, pikirkanlah kalimat itu. Kutahu bapakmu sangat menyayangimu begitu pula bapakku yang sangat menyayangiku. Jika kau tidak tahu artinya, tanyakan pada mereka. Mereka lebih tahu tentang arti pesanku.

Seharusnya kau memikirkan itu, bahwa kau kakak dan (laki-laki). Sadarkah? Semoga. Sekarang aku sedang menjalani suatu proses pengembalian diri dari sangat tidak biasa menjadi biasa saja seperti sebelumnya.

Dengan menganggap semua itu adalah pelajaran untuk masa depan menurutku itu solusi yang baik, daripada aku harus mencari celah untuk membencimu seperti yang kau lakukan padaku. Mungkin nanti kau akan lelah sendiri dan berbalik karena omonganmu sendiri. Jika kau masih sama berarti benar dugaanku, itulah kau pencari kesenangan sendiri dan tidak tahu pelajaran apa yang bisa kau pelajari.

Kupikir aku terlalu jahat jika aku membencimu. Mungkin itulah caramu untuk menghargai, menilai atau memperlakukan seseorang yang kebanyakan membuat seseorang tak nyaman, tetapi kau tak sadar. Lagi-lagi tak sadar. Dan aku tidak peduli itu. 

Kupikir aku terlalu jahat jika aku membencimu. Mungkin kau tidak tahu caranya menghargai sehingga terkadang terkesan kau menjadi orang paling ge-er sedunia, itu menurutku. Jika aku hanya menyalahkanmu. Itu salah besar. Toh nyatanya aku juga salah. Ruangan yang sekarang menjadi tempatku berteduh ketika di kampus, jujur aku tidak bisa meninggalkannya. Dan aku terlalu lemah jika meninggalkannya dengan kebencian. Sebaiknya aku sadar, bahwa benci itu merugikan.

Aku terlalu takut, jika aku membenci seseorang yang nantinya akan menjadikan aku membenci diriku sendiri.
Aku juga terlalu takut, ketika mereka tertawa sedangkan aku harus mencari celah agar aku tidak tertawa. Itu mungkin karena ada kamu.
Aku sangat-sangat takut, ketika mereka bahagia di tempat singgahku ini sedangkan aku harus mencari celah untuk menghindari tempat ini. Itu mungkin karena ada kamu.

Wow, itu bukan aku, mungkin orang lain. Bahkan ketika aku membencimu, ada kemungkinan orang yang lain lagi membenciku karena aku membencimu. Dan orang lain itu bisa jadi aku.

Daripada kau bingung mencari cara untuk membenci orang lain, mending kau berdzikir. Toh orang yang dimanfaatkan aja bisa memanfaatkannya dengan hal yang lebih baik. J

Sekian dan terimakasih.

Kutipan kekesalan.

Total comment

Author

Yani mustikawati

Naik Gunung adalah hal baru bagiku, yang belum sempat aku fikirkan ketika aku SD-SMA. Tapi mereka telah berhasil membuat ruang imajinasiku semakin lengkap. Aku tidak tahu mengapa dan atas dasar Undang-Undang nomor berapa aku bisa menyukainya.

Aku tidak tergabung dalam komunitas pecinta alam, atau pecinta gunung, atau pecinta climbing, tetapi aku menyukainya. Menelusuri jalanan di tengah hutan, dari yang paling dasar hingga sampai ke puncak. Aku belajar banyak hal dari pendakian, mulai dari saling mengenal teman sepeerjuangan, mengenal alam, mengingatkan kembali tentang kehidupan, dan yang paling penting belajar survive.

Aku merasakan kedatangan-Mu dihatiku. Sungguh nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?, ayat Al-quran yang selalu mendengung memutari otakku ketika di pendakian. Selain karena terpesona melihat indahnya alam, tetapi juga karena ingat akan diri sendiri yang begitu kecil. Tinggi badanku tidak seberapa, mungkin perlu 20 kali lipat agar bisa mencapai atas pohon di hutan yang aku lewati. Karena kecilnya amalan baikku juga mungkin aku bisa ditutup dengan pepohonan ini seketika. Allah memang baik, memberi indahnya alam yang terkadang membuat orang tergiur untuk terus menggalinya. Padahal Allah bermaksud agar kita sadar dan kemudian menjaga.

Aku bisa mengenalmu, temanku. Dalam jalur pendakian yang terkadang berat, dengan terjalnya tanah yang kita pijak juga perpaduan antara langkah yang mulai terasa lelah pasti adaaaa aja capek dan mungkin memancing sedikit kekesalan. Ketika mendaki, kita bisa mengenal karakter seseorang yang sesungguhnya. Bahkan bisa mengubah penilaian sifat seseorang. Rasa egois itu akan melebur dengan sendirinya.
Aku beradaptasi. Gunung, hutan, sawah, bebatuan, angin, air, udara, daun, hemm apalagi yaaa... aku ingat,
Toilet alam bahkan sampai ulat bulu yang menakutkan itu juga berani menyapa.

Aku bukan seseorang yang berani memberantas ulat bulu. Tetapi ketika kami bertemu seakan-akan grombolan batu, seruan angin ikut membantuku untuk melawannya. Aku belajar melawan ketakutanku, aku belajar melampaui batas diri. Sesungguhnya jika aku tidak fokus kalau aku takut ulat pasti aku akan terus berjalan dan tidak akan menghentikan langkah.

Aku belajar beradaptasi. Lewat toilet alam yang ada disetiap sisi membuatku belajar bahwa hutan mempunyai sifat karismatik yang tersembunyi. Hutan memang baik, selalu menyembunyikan makhluk diantara pepohonannya, menyelipkan kotoran manusia di kegelapannya dan tidakkah mereka pantas mengeluh? Aku belajar untuk tidak mengeluh, aku belajar untuk merespon alam yang menyapaku hingga mereka menyambutku dengan senyum dan tawa lewat sinar matahari di pagi hari.

Aku belajar melampaui batas diri. Aku bukan seseorang yang kuat. Ketika mulai lelah membawa carrier, istirahatlah. Tetapi ritme istirahat juga perlu diatur. Yang kutemui ketika banyak istirahat nantinya malah cepat capek, jadi aku selalu berusaha untuk memotivasi diri sendiri dengan memikirkan “ayo aku bisa, aku bisa,  5 menit lagi.” Karena aku belajar melampaui batas diri, yang terkadang bisa aku terapkan untuk menyelesaikan masalah dikehidupan sehari-hari.

Ini perjalananku yang paling kompleks.


Tegal Panjang, Bukit Teletubies. 26-27 Maret 2016

Mulai dari plan A sampai plan D sudah dirancang dan akhirnya tetap plan A.
Awalnya waktu kumpul jam 3 sore, sampai jam 4 belum ada orang. Jam 5 harusnya berangkat tapi masih packing di sanggar, karena beranggapan sudah tidak ada damri kami memutuskan untuk mencari transport sendiri. Setelah magrib makan mi ayam di warung Pak Wono  (langganan), setelah itu tidur sampai diusir satpam (jam 11). Hidup kita memang nomaden, setelah diusir dari sanggar kita pindah ke alun-alun sampai jam setengah 2 daaan kemudian pindah lagi ke SMP 25. Ternyataa kami berangkat pagi setelah subuh. OK kali ini benar-benar perjalanan yang panjang.
Kami harus melewati serangan merah merona “ulat bulu” berwarna merah, bulu panjang dan geraknya cepat. Dari segala penjuru kami diserang, tak heran jika orang seperti aku dan Dudu sesekali, dua kali menjerit. Uwoo syalalala...
Singkat cerita jam 3 mulai masuk gerbang hutan. Jalan berliku, naik turun rasanya seperti di php-in karena beberapa kali menemui cahaya dari langit. Kami kira ini space luas yang menandakan tegal panjang sudah di depan. Mengingat pesan Bapak Guru jikalau bawa tenda boleh duluan akhirnya pesan itu memperkuat kami untuk menunggu rombongan ketika sudah sampai nanti. Dan benar, sekitar jam 6 sore kami sudah sampai dan segera mendirikan tenda.

Subhanallah, indahnyooo bukit teletubies ini. Walaupun agak gelap karena bulan dan bintang malu untuk keluar tapi hijaunya rumput yang mempunyai tinggi sekitar 30 cm ini terlihat sesekali menari menyambut kami.

Kak Azka menunggu rombongan sampai jam 12 malam tetapi tak kunjung datang. Mungkin mereka ngecamp dibawah, pikir kami.

PAGI,

Sampai pagi pun, kami belum bertemu dengan rombongan. Sembari menunggu, ada temanku Dudu Karamoy masak pancake. Ya ini masakan paling unik sepanjang perjalananku ke ruang imaji. Setelah sarapan pagi, kami memutuskan untuk segera turun dan melanjutkan perjalanan ke kawah papandayan. Sebelum turun kami pamit dengan rombongan.

Yeyeyeyee, aku ingin ke Papandayan dari setelah ke Manglayang. Kudengar Papandayan punya alur yang tidak terlalu susah, dan pemandangannya bagus. Tetapi sudah 2 kali aku menolak tawaran untuk ke papandayan karena suatu hal. Semoga kali ini memang waktunya. Di tengah perjalanan menuju papandayan, kami sempat membuat video caiya caiya (lagu india) yang di sutradarai oleh teman kita Syukri.

Rute yang kita lewati tidak sama dengan rute pemberangkatan. Rute pulang banyak naiknya tetapi lebih cepat. Sebelum memasuki hutan kami bertemu dengan Ibu Guru dari Jakarta yang kamipun belum sempat berkenalan dengan rombongannya. Dari pertemuan ini, kami mendapat pelengkap quotes yang sebelumnya di terbitkan oleh Dudu Karamoy yaitu “ Cinta itu kalo nggak jadi, kalo jadi berarti jodoh” kemudian dilengkapi oleh Bu Guru “Kalo bosan bilang, jangan ngilang”.
Quotes ini terkadang menjadi bahan pembicaraan kami dalam perjalanan menuju kawah hingga sampai rumah.



Kawah Papandayan, 27 Maret 2016

Bersama Tamasya Ganesha ( Kak Bibit, Kak Azka, Dudu Karamoy, Syukri Khan, Desy Amanda dan Aku)

Total comment

Author

Yani mustikawati

Merawat Mion dan Cimo


Dulu aku punya kucing 2 warnanya orange dan hitam (campur putih). Sebenarnya kedua kucing ini bukan milikku tetapi kucing tetangga. Karena sering main ke rumah, aku selalu mengajaknya ngumpet di dapur untuk kucarikan makan. Kalau punya persediaan, aku sering membuatkan mereka adonan nasi dengan telur goreng dan minum susu putih.” Kucing dikei ndog teruuus, sing ngopeni lo gak tau mangan ndog” ucap Bapak jika melihat aku sedang merawat mereka berdua. Pernah sesekali aku mau memandikan mereka layaknya kucing di tv, tapi kucing orange malah mencakar lenganku sampai berdarah. Dan mereka pergi entah kemana.

Waktu itu bulan ramadhan, mereka berdua kembali lagi ke rumah. Seharian penuh hanya mondar-mandir sesekali tidur di kursi yang sudah roboh di ruang tamu. “Mungkin mereka ikut puasa “pikirku. Seusai sholat traweh aku lihat kucing orange tergeletak dan batuk-batuk di bawah kursi sementara kucing hitam mondar-mandir ke dapur dan sesekali menghampiriku. Aku tak sadar kalau kucing hitam ingin memberitahukan sesuatu padaku. Aku hanya menengok kucing orange dan kembali menonton TV.
“Yan, kucingmu mati kae lo keracunan yae”. Bapak memberitahuku di sela-sela nonton TV.
Loo piye rek mati Pak, mesakke. Gene iku? Mau watuk-watuk kok saiki mati.
Ayo dikubur Pak. Sahutku lanjut.
Ngubur yo sisuk leh, bengi-bengi gak ketok.
Aku hanya bisa melihat kucing hitam yang berdiri melihat kucing orange terdiam di bawah kursi.
Meong, meong...meong. suara kucing hitam seperti memanggil kucing orange. Sesekali aku mengikuti suaranya sambil berjalan ke kamar untuk tidur. Pagi harinya setelah sahur, aku melihat kucing hitam berbaring di samping kucing orange.
Laah, mati nisan sing ireng Yan. Masyaallah di racun wong yae iki. Kata Bapak padaku.
Mesakke.. baru aku menyadari bahwa dua kucing yang selalu singgah di rumahku mati karena hal tak wajar. Apa yang harus aku lakukan? Mencari kucing lagi? Tentunya aku harus menguburkan mereka berdua.

Mungkin karena mereka bersaudara, jadi jika ada yang sakit yang lainnya juga ikut merasakannya. Mirip dengan cerita ikan Mas yang ada di sanggar, awalnya kau hanya punya satu ikan mas. Ikan itu sisa pembinaan mingguan adik-adik siaga karena tidak punya teman akhirnya aku membeli 2 ikan mas lagi yang kira-kira seumuran. 3 ikan mas ini aku rawat di sanggar dengan mainan pernapasan bekas yang ada di lemari. Karena libur semester, aku membawa pulang 3 ikan mas ini ke Grobogan dengan pikiran agar ikannya dirawat soalnya kasihan kalau ditinggal di sanggar berati tidak akan ada yang merawat karena semua pulang kampung. Alhasil setelah perjalanan yang cukup panjang dari jam 19.05 sampai jam 07.02 ikan mas yang aku bawa mati dengan perut yang menggelembung. Aku merasa bersalah karena membawa mereka bertiga pulang dengan dibungkus plastik.

Aku menguburnya di depan rumah dengan ikhlas dan harapan barangkali akan tumbuh pohon uang seperti di kartun. Hehe.

Aku tidak tahu apa artinya ini, aku menyukai beberapa hewan untuk dipelihara tetapi dua jenis hewan mati karena tingkahku yang kurang peduli. Akhirnya aku mencoba untuk beralih merawat kaktus. Kaktus ini aku peroleh dari temu alumni pramuka yang ke-44. Bisa dibilang ini sisa karena ada 9 kaktus di sanggar yang putus tunasnya dan 2 inilah yang masih sehat, semoga kali ini aku peduli. Untuk mengawali keceriaannku merawat 2 kaktus ini aku memberinya nama Cimo dan Mion. Nama Cimo terinspirasi dari ikan mas yang mengembung, biasanya aku menyebutnya Cemplon. Karena ingin keren dan unyu aku memberinya nama “Cimo” sedangkan Mion terinspirasi dari Meong yang sering diucapkan kucing ketika menyampaikan sesuatu. Sama dengan cimo, agar sedikit keren aku melebur kata meong menjadi Mion.

Sekarang aku mencoba untuk peduli dengan mereka berdua. Karena Mion dan Cimo mewakili 5 makhluk hidup yang telah pergi mendahuluinya. Aku mencoba untuk memberi asupan air setiap hari senin dan kamis untuk menjaga agar mereka tetap segar ketika aku ke sanggar.

Yee selamat mencoba J semoga kaktus berteman denganku, seperti mawar yang sekarang sudah kering juga karena tak pernah disiram kemarau kemarin.

Total comment

Author

Yani mustikawati

Kau seperti Tas Model Baru


Orang sering menyebutnya masa merah jambu, karena tidak ingin sama dengan yang lainnya aku lebih suka menyebutnya masa merah kuning. Masa merah jambu biasa digunakan sebagai kata ganti masa suka-sukaan terhadap lawan jenis (wajah akan memerah jika di ciye-kan dengan seseorang yang dianggap berpengaruh dalam pikirannya mungkin itu alasan kenapa disebut dengan masa merah jambu). Tidak jauh berbeda dengan masa merah kuning, aku memberi nama merah kuning karena suatu alasan,

1.      Masa merah jambu hanya berlaku untuk mereka yang mempunyai kulit terang, maka akan tampak merah jambu. Lalu bagaimana dengan mereka yang berkulit sawo matang, atau hitam? Nah nggak adil kan? Hehe
2.      Warna merah dan kuning jika dicampur akan menghasilkan warna orange. Warna orange bisa diartikan sebagai keceriaan. Harusnya dengan mengklaim warna orange sebagai warna ceria bisa membentuk pola emosinal kita dengan menyikapi masalah hati dengan keceriaan seperti biasanya (dengan kata lain menghindari galau- masa kini).
3.      Masa merah kuning tidak hanya berlaku ketika kita mengalaminya tetapi juga setelahnya.

Aku lebih senang menyebutnya dengan masa merah kuning, karena merah berarti berani dan kuning adalah warna yang cerah. Seperti harapanku aku hidup untuk memberi pencerahan terhadap yang lainnya. ciyee

Sedikit cerita tentang masa merah kuningku, di umurku yang sudah ada 2 di depannya ini aku juga pernah mengalami masa kedip-kedip seperti itu lo. Tapi aku punya tips nih untuk menyikapinya. Ini kata handalku “ terpaksa aku harus menganggapmu seperti model tas terbaru”. Sama seperti ketika aku melihat model tas baru dan aku ingin memilikinya, ini tidak akan bertahan lama. Suatu saat nanti jika ada model tas baru lagi yang mungkin lebih bagus dan aku menginginkannya inilah yang disebut sesaat. Yah, ku pikir ini hanya sesaat.

Ketika masa merah kuning mulai mengedip ke hatiku, dengan warnah merah menggelora hatiku selalu menolak dan warna kuninglah yang akan membantunya yaitu dengan memberi pencerahan pikiranku agar aku masih seperti biasanya. So tidak ada perubahankan? Sebenarnya karena aku hanya ingin melindungi pertemanan dan juga belajar melidungi perasaanku untuk dia yang sudah disiapkan Allah untukku suatu saat nanti. Ciyeeee

Memang rasanya deg-deg ser jika masa itu memberontak. Tak apa, sekilas nikmatilah rasa itu hingga kau menemukan bagaimana caranya untuk tidak terjun ke rasa itu. Mungkin ketika itu kau sudah dewasa. J

Total comment

Author

Yani mustikawati