Namaku
Yani Mustikawati, ibu dan ayahku menamaiku seperti ini karena ada harapan aku
menjadi mustika bagi keluarga. Kata ibuku mustika adalah nama organ dalam yang
ada di buah nangka yang disukai ibuku. Ibuku adalah siswi lulusan SD dan sempat
sekolah di MTs, sedangkan bapakku lulusan SD juga mantan murid di MTs. Kata
orang, perempuan bisa mendidik wanita maupun laki-laki, sedangkan laki-laki
belum tentu bisa mendidik wanita dan laki-laki. Berbeda dengan pepatah itu, My
father is also my Mother. Ayahku adalah ibu bagiku, dengan kesabaran dan lembut
hatinya Ayah tak pernah mengeluh atas kenakalanku. Selain diam ketika aku
marah, ayah hanya bisa pergi meninggalkan tempat dimana aku marah.
Seperti
permainan memang ketika aku, kakakku dan ayah di rumah, ibuku merantau entah
berantah sedangkan sekarang, aku,
kakakku dan ayahku merantau, ibuku bersama adiku di rumah. Aku memang tidak
biasa pergi jauh, karena tak suka dan juga kemungkinan untuk bepergian sangat
kecil. Ibuku berprofesi sebagai pedagang rumahan, sedangkan bapakku pekerja
bangunan. Banyangkan saja jika aku bepergian hanya untuk rekreasi, gimana
perasaanku terhadap ayahku yang sedang banting tulang mencari uang untuk
menyambung makan dikemudian hari. Aku sudah terbiasa melakukan suatu pekerjaan
dengan sendiri, selagi aku berpikir tidak bisa menjangkaunya aku lebih baik tak
melanjutkan keinginanku.
Dulu,
Ayahku juga Ibuku. Ayah selalu mengajakku ke sawah ketika musim hujan, selain
bisa bermain aku bisa mencari ikan di selokan samping sawah. Aku selalu merasa
senang ketika aku bisa mengotori seluruh bajuku dengan lumpur, ketika sengaja
menjatuhkan diri untuk menangkap ikan. Karena setelah itu, aku dan ayahku
mampir di sungai untuk membersihkan kotoran yang menempel di tubuh kita. Ya, kita
selalu melakukan bersama. Ketika aku pulang sekolah, seperti biasa aku
menyusulnya sendiri menggunakan sepeda ungu pemberiannya. Romantis bukan? Ketika sampai di
rumah aku ikut ayah di dapur untuk memasak ikan yang kita dapat dari sawah tadi
sebagai lauk. Karena nakal, aku gampang
sekali bosan dengan lauk yang sudah dimasak, tak jarang aku sengaja
mengacak-acak makanan yang sudah disiapkan ayah sebelum aku berangkat sekolah
karena tidak mau makan. Selain itu, aku
tidak pernah minum air putih di rumah sendiri dengan alasan karena airnya punya
rasa aneh. Setiap malam aku selalu lari ke tetangga sebelah untuk meminta air
minum persiapan ketika aku bangun tidur nanti. Ternyata setelah diselidiki bak
tempat air untuk memasak itu sangat kotor, mungkin jika bisa diukur tebal
debunya sampai 5 cm, makanya tidak salah jika air itu dimasak memberi rasa
aneh.
Ayahku,
ayah paling kuat di seluruh dunia. Ketika aku kelas 3 SD, aku pernah marah ke
ayah dan kakak hanya karena janji kakak yang mengajakku untuk beli tas, tapi
karena sudah terlalu malam janji itu tidak bisa ditepati dengan alasan toko sudah
tutup. Aku memang anak bandel kala itu, tetapi aku dikenal sebagai anak yang
baik oleh teman-temanku. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur dengan tumpukan
padi di rumah bagian belakang dan aku menguncinya. Sampai pagi aku bertahan
disana hingga aku mengeluarkan diriku sendiri. Pernah juga aku tidur
dibawah kolong amben hanya karena tidak suka pada lauk yang dimasak ayah. Sering
kali aku melakukan hal-hal yang semacam itu terhadap ayahku. Setiap kali aku
melakukan hal aneh itu, tidak ada reaksi apapun dari ayah dan kakak. Hahahaa.
Sekarang aku mengerti, mereka melatih agar aku memaknai sendiri apa itu
bersabar, apa itu mandiri dan apa itu berani.
Sekalipun
kita selalu bersama, Ayah juga pernah kok belajar untuk mendiamiku beberapa
hari karena aku tidak mau mengaji. Walaupun sedang mendiamiku, Ayah tetap mau
memasak makanan untukku. Ayah selalu mengajariku hal-hal yang tak kusangka dari
merawat bibit lele, mencangkok pohon mangga, memanen singkong di sawah, sampai
mencangkul selokan. Diam-diam Ayah mencuri tenagaku untuk aku terus belajar dan
Ayah telah menyiapkan aku untuk menjadi pribadi yang kuat, bukan lagi kuat
fisik tetapi kuat mental pula. Ayah adalah tokoh inspirasiku.
Ya
beginilah kehidupanku ketika masih kecil. Aku butuh orang banyak disekitarku.
Aku butuh Ayah, Kakak, Pak de, Bu de, adik- adik anak tetangga dan yang
terpenting aku butuh Ibu agar bisa memasak makanan untuk ayahku.
Sekarang
ayahku di jakarta mencari nafkah untuk Ibu dan adik di rumah. Tapi tak lupa
denganku, Ayah selalu menyelipkan 200 ribu setiap 4 bulan sekali untuk membantu
biaya makanku. Aku tahu walaupun jarak kita berpisah, tapi hati kita tetap
dekat. Walaupun waktu perjalanan lebih lama dibandingkan dengan bertemu, setiap
satu semester sekali Ayah menyempatkan diri untuk menengokku. Aku dengan segala
keromantisan Ayah juga Kakakku selalu bersyukur, karena Nikmat Allah kala itu
menjadikan kami banyak belajar dan mengerti akan perjuangan hingga senyum Ibu
kembali ketika aku SMP.
Cerita
itu selalu menjadi motivasiku, ketika aku mulai goyah dengan tugas kuliah. Akhir
kata aku selalu menyebut semua itu pelajaran. Pelajaran buatku, buat Ayahku,
Kakakku, juga Ibu dan Adikku. Aku ingin terus berusaha untuk belajar pada
setiap apa yang aku temukan. Allah menyukai orang-orang yang memanfaatkan
waktu. I believe, I can try. If you dream it, you can do it. Senyum ayah dan
senyum Ibu menantiku.